Thursday, 16 June 2016

Aku dan Keluarga Orang

Ini curhatan aku, yang akhir-akhir ini merasa senang berada di keluarga orang lain.
Keluarga itu merupakan keluarga temanku sendiri.
Aku sering menginap di rumahnya beberapa bulan terakhir ini.
Dan harus aku katakan, 
bahwa aku betah berada di sana.
Sederhana dan fleksibel.
Temanku ini sangat dekat denganku, 
aku bahkan sering bercerita tentang apapun padanya.
Sesekali, kami mendiskusikan hal-hal yang menurut kami menarik.
Terakhir aku dan dia berdiskusi mengenai 
“Apakah kami bisa menjadi calon pacar yang baik?”
Ah, dan juga, kami akan menjadi roommate pada saat kuliah nanti.

Hari itu,
hari di mana aku dibuat letih karena harus mengurusi berkas-berkas untuk pendaftaran ulang kuliahku.
Membuat SKCK dan surat keterangan bebas narkoba.
Aku sudah mendapatkan KTP di awal tahun ini.
Hanya saja, 
KTP-ku dibuat sesuai dengan alamat orang tuaku yang saat itu tinggal di Bekasi.
(Saat ini, kedua orangtuaku tinggal di Batam)
Membuat SKCK harus mengikuti alamat KTP-ku.
Semenatara aku sendiri tidak tinggal dengan kedua orangtuaku,
Aku tinggal bersama tanteku yang biasanya kupanggil ‘Budhe’.
Jadi aku harus pergi ke Bekasi dan mengurus semuanya sendiri.
Saat itu orang tuaku sudah satu setengah bulan tinggal di Batam.

Hari itu juga,
hari di mana sekolahku mengadakan kegiatan tobat bersama sebelum UN,
Yang biasa disebut dengan acara “istighosah”
Tadinya aku ingin bolos,
karena aku bukan tipikal orang yang suka menangis bersama dalam rangka mengingat orang tua.
(Salah satu acara istighosah yaitu mengingat orang tua dengan ungkapan-ungkapan menyedihkan serta penggunaan intonasi yang bisa menyentuh hati siapapun yang mendengarnya.)
Tapi budheku, 
yang merupakan guru di sekolahku juga, 
memintaku masuk sekolah terlebih dahulu.
Aku dongkol karena tidak diizinkan membolos.
Padahal kan aku ke Bekasi untuk mengurus pendaftaran ulang kuliahku sendiri.
Dan juga, 
aku dikejar waktu,
karena pada saat itu aku harus mengikuti ujian nasional terlebih dahulu.
Dan berpura-pura belajar di hari-hari sebelum maupun selama ujian nasional.
Jadi pada saat Sang Ustad mulai mengingatkan kita pada orang tua kita,
Aku tidak menangis.

“Bayangkan orang tua kalian.
Bayangkan jika orang tua kalian, 
yang biasa menyambut kalian sehabis kalian pulang sekolah,
tiba-tiba tidak bisa menyambut kalian lagi.”
Ucap Sang Ustad pada teman-teman seangkatanku.
Oh iya, pada saat itu, kami semua disuruh menutup mata.

Aku membayangkan wajah orangtuaku,
Tapi hatiku berkata,
“Urang jadi teu bisa ke Bekasi langsung weh tuh, Ah.”
(Artinya: Aku jadi ga bisa ke Bekasi langsung jadinya kan.)
Padahal bukan salah orangtuaku,
Dan memang bukan hal yang harus disalah-salahkan.
Hehe.

Sekitar pukul 12 siang,
Aku pun izin untuk tidak mengikuti kegiatan istighosah sampai selesai.
Aku langsung berangkat ke Bekasi dan menjemput teman dekatku itu.
Namanya Erin.

Hm.
Sepertinya aku harus kembali ke topic awal.
Oh iya, saat mengurus berkas-berkas,
Aku dan Erin terpaksa pulang larut.

Sampai pada akhirnya,
Ibunya Erin menawarkanku untuk nginep di rumahnya.
Itu benar-benar hari pertamaku nginep di rumahnya Erin.

Lama-lama, aku jadi keseringan hehehe.

Sampai sekarang,
Aku masih merasa tidak enak setiap kali aku menginap di rumahnya.
Karena aku tahu diri, 
aku hanya teman dekat Erin yang nantinya akan tinggal dan kuliah bersamanya.
Lagipula, 
aku tahu keluargaku tidak terlalu menyukai kebiasaanku menginap di rumah Erin ini.
Walau mereka tidak pernah melarang.
Dan keluarganya Erin pun tidak pernah berat hati untuk menerimaku.
Semoga saja benar-benar tidak berat hati.
Aku benar-benar suka berada di sana.

Ibunya Erin sangat fleksibel.
Beliau tidak pernah memarahiku maupun menyindirku.
Hehehehe
Kurasa ini juga alasan kenapa aku benar-benar menyukainya.
Aku juga menyukai masakan-masakannya.
Anaknya pun aku sukai.
Hehehehehe

Keluargaku bukan orang yang keras,
Tapi tidak begitu fleksibel.
Walau Ayahku tidak pernah melarangku untuk main,
Tapi aku tahu Ayahku tidak mau aku banyak merepotkan orang lain.
Apalagi keluarga orang.

Budheku juga tidak banyak melarangku.
Beliau mempercayaiku setiap kali aku ingin main ataupun berpergian.
Tapi beliau merupakan sosok yang tegas.
Aku baru saja disindir karena aku tidak mau pergi tarawih (lagi).
Budheku cukup religius.
Dan terkadang aku takut hidup dengan orang-orang yang religius.
Mereka membawaku dalam kebenaran.
Mengingatkan aku jika sudah terlalu melenceng.
Tapi aku benci tekanan dan ketidakbebasan.

Maafkan Fira, Budhe.
Nanti Fira juga pergi jauh, kok.

Oh iya,
Hal lain yang aku sukai dari keluarganya Erin yaitu rumahnya ramai.
Tidak seperti rumahku.

Rumahnya sederhana, tidak seluas rumah Budheku.
Dan selalu ada suara-suara dari sumber manapun.
Televisi, obrolan keluarga, dan toa masjid.
Suara dari toa masjidnya cukup terdengar keras di rumahnya.
Pada saat sahur, kamu akan susah menonton televise di rumahnya
Karena suara dari masjid berupa suruhan untuk segera sahur
Kadang juga nyanyian-nyanyian islami.
Yang menurutku, mengganggu.
Aku tak bermaksud kurang ajar, tapi kamu harus merasakannya.

Ayahnya Erin juga baik,
Ia sosok yang penyabar dan senang basa-basi, sepertinya.
Waktu itu kakaknya sedang makan,
Kemudian Ayahnya lewat dan bertanya,
“Lagi makan, Mas?” Aku lupa saat itu Ayahnya menyebutnya Mas atau nama aslinya.
Mas aja deh,
Biar kerasa sesepuh.
Kemudian Masnya menjawab,
“Nggak, Pak. Ngeliatin makanan.”
Kemudian mereka tertawa-tawa.

Oh iya,
Sebetulnya aku dan kedua saudara laki-lakinya Erin masih merasa canggung satu sama lain.
Tapi mereka tidak pernah menunjukkan sikap dingin maupun benci kepadaku.
Kakaknya bahkan ramah padaku.
Tapi bukan berarti adiknya tidak baik kepadaku,
Ia malu padaku.

Aku juga tak mau sok akrab padanya karena takut ia tidak menyukai kehadiranku.

No comments:

Post a Comment