Besok aku berencana buat pergi ke Cikarang karena ada acara bukber alumni SD.
Bukber kan maghrib,
sedangkan aku bingung mau ngapain pagi dan siangnya.
FYI, perjalanan dari rumahku ke Cikarang itu sekitar 1,5 - 2 jam.
Kalau aku dateng langsung sore, tanggung.
Lagipula, aku tidak mau disatukan dengan buruh-buruh di jalan kalimalang.
Mereka kebanyakan.
Aku malas bermacet-macetan.
Akhirnya aku putuskan untuk main di rumah temanku yang di Cikarang dulu.
Aku dulu punya beberapa teman di komplek rumah saat masih tinggal di Cikarang dulu.
Setelah mengabari temanku bahwa aku akan ke rumahnya,
ia berkata,
"tapi bawa oleh-oleh ya."
Aku yakin ia hanya bercanda saja.
Tapi aku juga kepikiran untuk membawa sesuatu saat tiba di rumahnya.
Ibuku dan Ibunya temanku ini cukup akrab.
Kemarin Ibuku sempat menginap di rumah temanku,
tapi saat aku dan Ibuku ke rumahnya,
kita tidak membawa apa-apa.
Jadi aku ingin sekali membawakan sesuatu untuknya.
Lagipula, siapa tau Ibunya menjadi Ibu mertuaku?
Aminin, ya.
Soalnya aku dengar temanku ingin menjadi polisi.
Kalau temanku benar-benar ingin menjadi polisi,
tolong aminkan.
Tolong sebut nama kami dalam doamu.
Kan lumayan kalo aku punya suami seorang polisi.
Hehehehehe.
(Tulisan-tulisan ini tidak mengandung unsur baper,
jadi jangan berpikir bahwa aku benar-benar menyukai temanku ini, ya!)
Aku bingung, aku mau membawakan apa untuk keluarganya.
Aku berpikir untuk membawakannya kue lapis talas bogor.
Tapi harganya mahal untuk budgetku.
Akhirnya, aku memilih timun suri!
Itu karena bulan ini masih ramadan
dan timun suri akan sangat berguna.
Keluargaku di rumah tidak membuat es di bulan puasa,
jadinya aku pikir aku beli saja timun suri untuk keluarga orang lain.
Tapi masalahnya,
aku tidak tau cara membeli timun suri yang baik.
Katakanlah, aku tidak bisa memilih timun suri yang baik,
walau aku bisa menyuruh penjualnya untuk memilihkan yang baik,
tapi aku ragu-ragu.
Untungnya, ada temanku yang menjual timun suri.
Aku kadang melewati rumahnya
dan di depan rumahnya ada timun-timun suri yang seperti dijemur di depan rumah.
Aku tanya temanku untuk memastikannya.
Percakapan kami hanya berupa percakapan via whatsapp
"Mang, timun suri harep imah maneh nu ngajual ummi maneh pan?"
Tanyaku dalam bahasa sunda seadanya.
Artinya: Mang, timun suri depan rumahmu yang ngejual itu Ibu kamu, kan?
Aku manggil dia 'Mang' karena saat itu aku sedang menanyakan dagangannya.
Aku tidak mempunyai panggilan khusus untuknya.
Bebeberapa jam sebelum aku menanyakan timun surinya,
aku menanyakan padanya soal harga mouse.
Dan aku memanggilnya, 'Koh'
Simpulkanlah, aku suka memanggilnya sesuai kebutuhan.
Kalo aku dan ia menjadi suami istri,
aku harus memanggilnya 'Abah'
karena ia bilang sendiri bahwa ia lebih baik dipanggil 'Abah' daripada Ayah ataupun Bapak.
Sementara aku ingin dipanggil 'Mama'
Setelah berkata itu,
ia memandangku dengan jijik.
"Hh" Jawab temanku.
Jawaban yang seperti orang sedang mendesah.
Tapi itu dibacanya seperti,
"he-euh" sertakan penekanannya juga, ya!
Berikutnya akan aku sertakan semua percakapku dengannya.
Akan kujelaskan juga beberapa kalimat karena kita berkomunikasi dengan bahasa sunda.
(Yang kumiringkan berarti kata-kata temanku, ya)
"Barahaeun?" Tanyaku. (Arti: berapaan)
"7rb/kg"
"Males meuli sorangan. Hayang nu ges aya. Arek dibawa, isukan (arek) ka imah batur."
(Arti: males beli sendiri. Mau yang udah ada. Mau dibawa, besok (mau) ke rumah orang.)
"Lah?"
"Pilihan dua.
ABEH TINGGAL MAWA. WEGAH MEULI SORANGANNNN bisi salah pilih
Engke dibayar
Hehehehehehehe
Hehehehehehe"
Maksudku, pilihin dua timun suri. Jadi aku tinggal bawa yang udah dipilihin. Aku ga mau beli sendiri karena takut salah pilih timun suri. Hehehehehehe itu artinya aku merasa malu, tapi lucu.
"Hayang dianterken kitu?" (Arti: mau dianterin gitu?)
"Ga perlu, nanti aku lewat (rumahmu). (Kaya) Pesenan. Bilang we ke ibumu ada temen yang mesen (timun surinya)."
"Pilihin sekarang?"
"Buat besok sih. Iya, pilih ae dulu. Yang bagus. Jangan nyampe lebih dari 20 rebu."
"Hh isukan ngomong we pilihin." (arti: Ya besok ngomong aja, pilihin gitu.)
"Jahat. Ku ga bisa ngomong sunda. Ku javanese."
FYI, orangtuanya temenku ini asli sunda.
Bisa sih berbahasa Indonesia juga,
cuma aku takut ngga lancar aja komunikasinya.
"3kg 20rb"
"Yaudah 3kg we
Mang, seriusan ieu." (Arti: mang, ini aku serius.) Maksudku, aku serius mau beli dan mesen ke dia.
"Serius"
"Pilihin sekarang we. Trus masukin plastik. Besok, aku tinggal bawa dan bayar. Aku canggung kalo mesen ke ibumu. Ku javanese." Sebenernya ngga ngaruh banget sih mau aku orang jawa atau bukan juga. Cuma aku benar merasa canggung pada Ibunya.
"Ayeuna we sekalian dianterken
Abeh duitna bisa jaker urang"
(Arti: sekarang aja, sekalian dianterin. Biar duitnya bisa buat aku.)
Sepertinya temanku mau uniko.
Uniko artinya usaha nipu kolot (usaha menipu orangtua).
Tidak deng, aku bercanda.
"Oke.
sok pilihan
Eh......
MENDING DUITNA HEULA WE
Aku ga enak bawa-bawa timun suri ke rumah."
(Arti: Oke. Sok pilihin. Eh, mending duitnya aja dulu.)
Aku merasa ga enak kalo bawa-bawa timun suri ke rumah.
Nanti akan menimbulkan pertanyaan
yang pasti nantinya aku ga enak ngejelasinnya.
Masa di rumah ga pernah buat es,
trus tiba-tiba mau bawa timun suri buat keluarga orang.
Aku merasa ga enak pokoknya!
"Asupken kana motor we" (Arti: masukin ke motor aja)
"Gede bgt ga timunnya
Kalo ngga, ya aku taro di jok (motor)"
"Nggak sih"
"Udah dipilihin?
Berapa buah?"
"3. Tunggu di luar."
"Tunggu"
Pas dia nyuruh aku tunggu di luar,
aku langsung siap-siap untuk ke depan rumah.
Dan mas-mas delivery-nya udah di depan rumah ternyata.
Kuambil timun surinya, kutukar dengan uang 20 ribu.
"Udah kaya (proses) delivery."
Ucap si mas-mas delivery yang tadinya kupanggil 'Mang'
"He euh. Bener-bener berasa kaya transaksi."
Ucapku juga.
Transaksi timun suri antara amang-amang dan akupun selesai.
Aku langsung bergegas menuju garasi rumahku untuk menyembunyikan timun surinya.
Sementara itu aku dengar motor temanku yang susah dinyalakan.
Dan aku tertawa kecil,
ingin keluar berkata-kata ejekan.
No comments:
Post a Comment